Senin, 05 Desember 2016

BUDI , POLISI TAMPAN ATLETIS YANG SUKA DIENTOT

Sekembalinya Budi sarapan pagi, dia membawa beberapa roti dan camilan juga minuman segar lainnya dibantu oleh petugas hotel itu pula. Aku perhatikan Budi itu baik sekali dan juga sopan, berbeda dengan Niko yang terlihat agak keras karakternya itu. Lalu Budi mempersilahkan sarapan padaku dan bahkan membantunya pula sambil mengobrol kesana kemari pula. Kemudian Budi berpakaian Polisi lengkap dengan semua atributnya, dan tampak kini sosok Budi itu terlihat gagah dan ganteng sekali. Aku hanya memperhatikan Budi itu saja mulai sejak memakai celana dalam kembali hingga salah satu senjata di pingangnya itu menambah kewibawaan dan kegagahan sosok Polisis ganteng itu yang badannya tinggi dan sangat proporsional. Dan diluar sana tidak akan ada orang yang dapat mengira jika sosok Polisi Ganteng bernama Budi itu salah seorang Bisex pula karena hal itu masih tertutup seperti aku ini.

“Bang Ricky. Ma’af sekali ya, Bang. Aku harus ke Mabes dulu dan meninggalkan Abang disini. Aku harus melanjutkan tugas yang kemaren. Ada ujian juga disana.” Kata Budi. “Ya. Ga apa-apa aku tinggal saja disini, Pak Polisi Ganteng. Kantornya di Mabes Polri Jalan Trunojoyo kan?” Kataku. “Yup, betul sekali, Bang. Abang pasti tahulah tentang Jakarta. Nanti istirahat siang aku kemari lagi, Bang.” Kata Budi. “Ok, terima kasih Budi mau merawat aku disini. Semoga berhasil ujiannya ya, Bud.” Kataku. “Amiin, Bang. Terima kasih juga.” Kata Budi, kini sambil mencium bibirku kembali. Dibalas aku mencium bibir Budi juga sehingga hatiku merasa berdetak berciuman dengan polisi ganteng dan gagah itu. Kemudian Budi yang terlihat gagah dan berkharisma itu melangkahkan kakinya sambil tersenyum pula dibales dengan senyuman pula.

Aku benar-benar merasa senang dapat bersama dengan Budi walau baru seperti itu. Penampilan laki-laki yang terlihat manly seperti Budi itu justeru yang menghancurkan hati dan perasaanku juga menggoda imanku selama ini dan kini sosok Budi dihadapanku dan bersamaku ini pula. Itulah aku juga suka dengan Hadi itu jika Hadi berjalan tampak seperti laki-laki tulen dan gagah membuatku ingin memilikinya pula namun ternyata kini aku hingga berbaring dikamar hotel daerah Melawai-Blok M ini dampak dari semuanya itu. Semuanya penuh dengan kepalsuan dan semuanya telah di rekayasa oleh sosok Hadi itu.

Setelah sosok Budi itu keluar dari kamar hotel, aku hanya merenungkan nasibku ini. Sejak dulu aku ingin berpacaran dengan sosok polisi atau Tentara namun belum kesampaian juga karena pada saling tertutup dan dunia Gay/Bisex sangat tertutup sekali di Indonesia ini bahkan pada menganggapnya orang-orang tidak waras, padahal sama ciptaan Tuhan juga sama dengan mereka itu pula. Lalu aku mulai SMS pada kawan-kawan yang baik hati padaku. Khususnya aku meng-SMS Radith dan Dwinovian itu. Dan kini telah dapat disimpulkan dari balasan SMS Radith jika Radith juga akan mencari BF yang dekat saja di Kota Majalengka, Jawa Barat agar mudah ketemuannya jika sedang pada kangen itu. Dwinovian itu sendiri hanya dapat menasehatiku terus melalui SMS-SMS-nya itu membuatku agak tenang kembali dan fikiran juga agar terbuka bahkan badanku-pun mulai agak baikan kembali namun belum dapat berdiri sendiri, harus menggunakan alat bantu. Dan bekas diperkosa / disodomi oleh Giri masih sakit juga karena ternyata penis Giri cukup besar dan panjang pula. Jika saja aku dapat bergerak tadi malam akan aku hajar dan aku banting Giri itu. Dan aku berfikir, kalau saja yang merayu dan memperkosa Budi atau Rendy itu mungkin aku masih dapat memakluminya dan mungkin dapat menerimanya karena rasa cinta dan suka itu tidak dapat dipaksakan seperti itu apalagi diperkosa seperti tadi malam itu.

Tepat jam 21:00 WIB., Budi datang memasuki kamar hotel itu dengan senyuman manis menambah kegantengan sosok Polisi Ganteng itu membuatku semakin berdetak di jantungku ini walau sedang sakit hati oleh Hadi itu, sambil membalas senyuman Budi ini. Tidak lama kemudian pesanan makan malam yang telah dipesan oleh Budi juga diantar ke kamar hotel itu oleh petugas hotel itu. Kini aku makan bersama dengan Budi yang masih lengkap dengan pakaiannya itu menambah wibawanya sosok Budi itu. Aku dan Budi mengobrol kesana kemari sambil memperhatikan Budi yang kemudian mengganti pakainnya itu, tampak tubuh Budi keren dan sexy juga berbeda dengan dalam acara kemaren malam itu. Disini terlihat sangat berkharisma sekali dan sexy menurut aku ini yang memang Bisex ini. Tidak lama kemudian Budi menatapku sambil tersenyum. “Bang. Makan malam bersama, udah. Abang udah mandi belum?” Tanya Budi kalem. “Belum. Aku takut terjatuh, Bud.” Kataku. “Hhmm… Abang mau mandi juga-kah?” Tanya Budi menatapku.

“Ya. Sebetulnya aku mau mandi tapi aku serba salah. Kotoran bekas kemaren malam juga belum sempat dibersihkan baunya ga sedap gini. Bau obat-obatan dan alcohol ga jelas gini.” Kataku. “Oh, iya sorry, Bang, aku lupa. Tadi pagi aku mandi sendirian saja. Kalau Abang mau mandi, kita mandi bersama aja bisa kan, Bang.!? Aku bantu Abang.” Kata Budi. “Oh, kalau ga keberatan, boleh-boleh aja, Bud. Dan pakaianku yang dikasih Rendy ada di ranselku itu.” Kataku sambil berusaha akan mengambil ransel secara merayap, tapi kini dilarang oleh Budi itu. “Stop, Bang. Biar Bang, aku yang ambilkan.” Kata Budi sambil mendudukan aku kembali disofa kamar hotel itu. “Oh, terima kasih, Bud. Kamu baik sekali, Bud.” Kataku. “Kita harus saling membantu, Bang.” Kata Budi. “Oh. Iya sih. Kamu memang tepat sekali menjadi Polisi itu. Udah baik, sopan pula. Juga ganteng. Beruntung dech yang jadi pasangannya.!” Kataku. “Amiin. Terima kasih, Bang Ricky.” Kata Budi sambil tersenyum dan menyerahkan ranselku itu. Lalu aku mengeluarkan pakain itu, sementara Budi langsung menyalakan air hangat di bathtub kamar mandi hotel itu. Setelah air hangat cukup, kemudian aku dibantu Budi memasuki kamar mandi itu pula.

Pertama aku memasuki bathtub itu dan membasuhi seluruh tubuhku bersama dengan Budi itu. Aku sendiri memperhatikan tubuh Budi itu, juga sebaliknya Budi memperhatikan tubuhku pula sambil menyeka kotoranku itu agar bersih menggunakan sabun yang tersedia disana. Tapi kini sepertinya perang bathin dan asmara terjadi kembali. Hati dan jantungku serasa berdetak secara terus menerus bersamaan dengan Budi juga membelai-belai tubuhku secara perlahan-lahan pula. Aku juga turut menyeka punggung Budi itu bahkan aku menyeka wajah Budi itu. Namun kini Budi kemudian membelai-belai posisi yang dapat terangsang khususnya penisku ini dalam air hangat di bathtub itu sehingga aku dapat terangsang pula, dan tentunya penisku menjadi bangkit juga. Sebaliknya Budi juga terlihat demikian. “Bang…!?” Kata Budi pelan-pelan sekali sambil mentapku. “Ya, Bud.” Jawabku menatap Budi juga. Tampak Budi tersenyum dan serba salah lalu menunduk. “Aku suka sama Abang. Boleh aku peluk Bang di dalam air hangat bathtub ini?” Kata Budi. “Oh. Aku juga suka sama Budi ko. Jujur aku suka dengan Polisi atau Tentara.” Kataku.

Mendengar jawabanku seperti itu, Budi tersenyum dan memeluk tubuhku sambil menciumi bibirku ini secara perlahan-lahan pula. Kini aku mejadi terangsang sambil berendam mandi bersama Budi dalam air hangat itu. Kami berdua berendam dalam hangatnya air di bathtub itu bersama gejolak asmara dalam hati yang sama-sama suka sama suka dalam bercinta sesama Bisex itu. Belaian dan ciuman yang sama-sama terangsang disertai merendam dalam air hangat berbusa itu manambah hangatnya bercinta itu. Rasanya rasa sakit dan luka dalam hati telah diperkosa oleh Giri itu seperti sirna dan lupa, yang ada gejolak hati dan bercinta dengan Polisi Ganteng itu. Aku semakin bergairah juga menatap seluruh tubuh Polisi Ganteng itu sehingga aku semakin hot mencium dan memeluk Budi itu juga sebaliknya Budi juga demikian, sepertinya lupa jika kami itu pada sedang merendam diri di air hangat dalam keadaan malam hari itu yang dapat menyebabkan sakit pula. Setelah cukup lama aku dan Budi saling jilat dan saling cium juga saling peluk dalam kehangatan bercinta, tiba-tiba Budi berbicara.

“Bang. Tembak aku Bang. Aku Bott, Bang.” Kata Budi sambil menatapku, membuat aku terperanjat pula jika ternyata sosok Polisi Ganteng yang jika berpakain menggunakan pistol untuk menembak itu Bott juga, kini malah memintan untuk ditembak oleh penisku ini. Namun aku berpura-pura tidak kaget agar Budi tidak tersinggung pula. “Oh. Ok, kondisikan saja aku yang berbaring dan menyandar ya, Bud.” Kataku, seakan-akan lupa dengan semuanya. “Ok. Abang yang diam aja ya Bang. Biar aku yang kondisikan.” Kata Budi sambil merangkul tubuhku dan melanjutkan bercinta di bathtub kamar mandi hotel itu. Tampak sepertinya Budi menikmatinya juga dalam bercinta itu walau dia Bott.

Aku diam saja jika Polisi Ganteng itu ternyata Bott dan ingin di sodomi dengan sendirinya itu karena aku sedang tidak dapat banyak bergerak, dan aku bagaikan pasrah juga pada Budi itu. Setelah sekian lama kami bercinta didalam rendaman air hangat berbusa di bathtub kamar mandi itu kini Budi juga mengerang dan mendesah penuh dengan kenikmatan hingga ereksi dan spermanya keluar pula. Lalu Budi menciumi aku kembali dalam pelukan didalam kehangatan air berbusa di bathtub itu, dan kini sepertinya kasih sayang tanpa status itu terjadi begitu saja dengan Budi si Polisi Ganteng itu, pelukan dan belaian satu dengan yang lainnya terasa membekas hingga kini.

Pada malam hari menjelang tidur malam, Budi yang berbaring rebahan ditempat tidur disampingku dalam kamar hotel itu memeluk aku erat-erat sekali sambil berbicara. “Terima kasih, Bang. Abang hot sekali ya walau dalam keadaan lemah seperti ini.” Kata Budi sambil mencium bibirku pula secara perlahan-lahan dan lembut. “Ya. Sama-sama, Bud. Budi juga udah ganteng dan hot juga. Aku suka juga sih. Ga perlu melangkahin mayat Niko dulu juga kan!?” Kataku sambil membalas memeluk erat-erat dan mencium bibirnya juga dalam balutan selimut berwana putih itu. Mendengar aku bercanda seperti itu Budi tertwa pula. “Haha. Betul, Bang. Abang tahu aja.” Kata Budi. Kini dilanjutkan pada obrolan kesana kemari sambil menonton televisi juga, termasuk Budi juga mengaktifkan lagu-lagu cinta atau Love Songs itu pula, namun tangannya tetap membelai-belai tubuhku ini. Dan obrolan jelang tidur itu sendiri pada akhirnya membahas masalah bercinta itu kembali.

Tanpa disadarinya kembali kini Budi salah seorang Polisi Ganteng memohon agar aku dapat menyodominya kembali membuatku heran pula. Bagaimana mungkin sosok Polisi yang terlihat ganteng dan gagah namun ternyata ini malah Bott juga. Dan ini hanya salah seorang yang aku hadapinya secara langsung bukan rekayasa aku ini, karena selain sosok Budi Polisi Ganteng itu, masih ada yang lainnya karena aku memiliki data dalam jejaring sosial khusus Gay/Bisex/Lesbi itu yang memang benar adanya dan aku sendiri kini sejak diperkenalkan oleh Hadi itu dalam jejaring social khusus itu telah berada didalamnya itu dan bahkan jika aku boleh katakan sungguh diluar dugaan karena masih banyak yang ganteng dan manly namun sama dengan seperti aku dan Budi juga Niko; Gay/Bisex itu, mereka telihat ganteng-ganteng dan gagah-gagah juga dan semua orang pada tidak mengetahuinya akan hal itu.

“Bang.!?” Kata Budi. “Ya, Bud.” Kataku. “Tembak aku lagi, Bang. Pistol Abang jauh lebih besar dari pistol milik aku dan menggemaskan, Bang. Untuk ukuran orang Indoneia, Abang sungguh sangat luar biasa hot. Please, Bang.!” Kata Budi membuatku kaget pula. Aku hanya tersenyum dan serba salah karena kondisiku masih sedang perlu perbaikan mental untuk kesembuhan juga. Tetapi urusan hati dan perasaan atau asmara tetap normal-normal saja dan dapat terangsang juga. Karena aku sedang lupa daratan dan lupa segalanya menghadapi sosok Budi memohon bercinta dan disodomi olehku, aku hanya dapat tersenyum menatap Budi itu yang menanti jawaban dan sikapku ini. Sejenak aku merenung dalam serba salahku ini. “Aku suka sama Polisi dan tentara, Bud. Silahkan puas-puasin saja hasyratmu bersamaku, Bud. Aku juga memang Top dan Verst.” Kataku. “Terima kasih, Bang. Aku suka Abang.” Kata Budi. Dan kini Budi membelai-belai tubuhku juga termasuk pada hal yang sangat sensitif hingga aku terangsang kembali walau aku masih berbaring disampingnya itu, bahkan Budi sambil menciumi bibirku ini secara perlahan-lahan sekali. Kini aku bagaikan pasrah pada sosok Polisi Ganteng itu, dan Oh My God, Budi membuka seluruh pakaian tidurnya dan pada dilepaskannya lalu Budi memeluk tubuhku yang masih berbaring ini, kemudian Budi menjilat-jilat seluruh tubuhku ini khususnya penisku juga dalam menggauliku sesukanya itu tanpa ada seorangpun berani yang melarangnya.

Walau Budi Bott namun pada akhirnya dapat disolusikan juga hingga Budi sangat menikmatinya bercinta itu. Budi pandai sekali bercintanya dan memeluk aku erat-erat sekali sambil mendesah dan mengerang dalam kenikmatan dan kepuasan ereksinya berulang kali itu. Aku sendiri seperti yang lupa akan segalanya dan hanya pasrah pada Budi itu karena telah bertahun-tahun ingin berpacaran dengan polisis kini aku baru tersampaian ingin bercinta dan pacaran dengan sosok Polisi Ganteng namun Bisex itu. Tanpa kata-kata dan tanpa ada yang mengganggunya Budi secara terus menerus menggauliku sepuasnya kembali hingga larut malam, bahkan Budi juga hingga berkeringat kembali. Raungan, desahan dan erangan Budi terdengar ditelinga dalam kepuasan sex sosok Bisex itu hingga mencapai klimaksnya itu pula berulang kali dan diakhiriri dengan pelukan-pelukan sangat erat sekali serta tatapan-tatapan sepasang yang pada sedang bercinta, lalu pada berbaring ditempat tidur itu pula.

Keesokan petang harinya walau badanku masih lemah dan lemas serta fikiran masih dihantui kejadian sakit hati dan perasaan di Lubang Buaya itu, kami tetap berjalan besama Budi dan lainnya untuk menghilangkn kepenatan fikiran pula. Namun yang pertama, aku dan Budi juga yang lainnya pada mengunjungi salah satu discotique dahulu daerah Darmawangsa, Jakarta, Selatan. Tampak disana para kaum Luth itu pada sedang enjoy berjogedria bersama para teman-temannya, termasuk beberapa artis dan model Indonesia dan juga perancang Indonesia berada disana pula. Setelah cukup lama disana, tidak lama kemudian kami pada pindah tempat lagi ke salah satu discotique daerah Sarinah Thamrin itu, juga sama pada dipenuhi oleh para kaum Luth itu.

Setelah minum-minum cukup dan bersantai, kami pada berjalan kembali ke discotique daerah Hayam Wuruk Jakarta Pusat, juga disini dipenuhi oleh kaum Luth bahkan para Lesbi juga ada disana, terlihat cantik-cantik dan sexy-sexy pula. Sepertinya kami pada belum puas lalu kami pada mengunjungi stadium studio juga, hingga tengah alam itu. Tampak disana para Gay/Bisex juga Lesbi terlihat tampan-tampan dan cantik-cantik juga sexy-sexy pula berbaur dengan para tamu yang lainnya. Aku dan teman-teman seperti yang sedang buang-buang waktu saja sambil pada bercanda pula pada akhir pekan itu dan di jalan seputar Kota Jakarta tidak terlalu macet seperti hari biasa. Alex dan Adam juga yang lainnya terlihat pada menikmatinya pula dalam rangka trip ke Jakarta itu. Kemudian kami pada meluncur lewat tol kembali ke daerah kawasan Kelapa Gading, Jakarta Timur, menembus kegelapan malam remang-remang lampu Kota Jakarta itu.

Kami sepakat pada akan mengunjungi acara khusus itu disalah satu apartemen milik Ronald kawasan Kelapa Gading, Jakarta Timur, dekat kawasan Mall Of Indonesia itu. Namun dalam perjalanku ke tujuan bersama Rendy dan lain-lainnya membawa mobil BMW model terbaru bagai melayang di Fly-Over jalan jembatan terpanjang di Asia itu, aku mendapat SMS dari Hadi, jika Hadi menginformasikan telah transfer uang Rp. 150.000,- untuk ganti transport aku pulang kampung, namun anehnya Hadi sekaligus menjelek-jelekanku dan mengancamku juga, bahkan jika aku mati-pun mungkin akan jauh lebih baik dan mereka pada tidak perduli lagi. Sejenak aku termenung sakit hati dan memikirkannya mengapa Hadi menjadi sadis dan kejam seperti itu dan kini menjelek-jelekanku serta mengancamku juga, habis manis sepah dibuang.

Bahkan Hadi juga mengatakan jika semua pakaian dan barang serta yang lainnya termasuk perlengkapan untuk promosi buku miliku aku itu telah dikeluarin secara paksa dari rumah kontrakan itu. Aku menjadi teringat dengan ancaman mereka jika semua barang aku yang jumlahnya banyak dirumah kontrakan itu juga pada akan dibuang atau dikasihkan pada orang-orang lain. Aku menjadi teringat semua sertifikat, transkip nilai kuliah, ijazah kuliah selama lima tahun itu hasil jerih payah aku sendiri; kuliah sambil bekerja, termasuk passport juga mungkin akan hangus pula, betapa sadis dan tega juga kejamnya keluarga Hadi itu. Aku juga baru sadar ternyata selama ini sosok aku juga dijadikan sosok pemuas sex Hadi yang Hypersex Gay itu saja, terbukti aku sering dikasih uang Rp. 10.000,- itu untuk transport bekerja pada pagi hari itu. Kini informasi padaku laki-laki idaman lainnya banyak sekali membuatku terperanjat pula akan hal itu.

Kini aku dikatakan memanfa’atkan Hadi itu karena faktor ekonomi segala. Seakan-akan aku selama ini memanfa’atkan fasilitas milik Hadi dan melorotin Hadi itu sendiri, bahkan aku dikatakan orang miskin dan hanya numpang hidup sambil melorotin Hadi itu sendiri. Aku seperti orang tidak tahu diri, udah numpang sama orang, sombong dan so kaya serta tidak mau diatur pula, apalagi urusan bercinta dan pacar yang diharapkannya lebih dari satu orang itu. Ledekan dan pengkhinaan itu ditutup dengan sumpah serapah Hadi dengan kata-kata ‘rasain loh..!’. Aku menjadi teringat dengan kata-kata Hadi yang ingin balas dendam pada Iman yang telah menyodominya saat kecil itu namun hingga sekarang belum ketemu sama Iman itu, apakah Hadi berniat balas dendam padaku ini? Aku merasa aneh dan heran jika memang hal itu yang Hadi inginkan karena aku tidak berdosa dan tidak bersalah, mengapa aku harus menerima itu sehingga aku hancur seperti ini. Sekarang saja aku telah hancur semuanya dan tertiban tangga pula gara-gara Hadi itu. Kini aku menjadi tidak bersemangat dan badan rasanya lemas sekali, badanku lemas kembali bagaikan tidak bernyawa dan tidak bertenanga pula, bahkan aku hingga meneteskan air mata pesedihan dan kepedihan kembli. Tega dan kejam sekali Hadi itu, aku harus hancur dan terpuruk seperti ini. Fikiranku kini menjadi tidak dapat berkonsetrasi kembali menahan rasa sakit hati dan perasaan pula.

Namun kini aku memaksakan diri mengikuti mereka dalam acara itu sekaligus acara perpisahan teman-teman itu di apartemen mewah lantai dasar milik Ronald itu. Terlihat ruangan apartemen milik Ronald itu strategis dan sangat lux juga dirancang khusus pula. Tampak yang menyambut rombongan kami itu orang-orang yang bertubuh tinggi dan tampan-tampan, namun wajahnya di make-up bagai kedok berwarna warni hingga mengkilap juga, pakaiannya menggunakan jubah merah tua. Dan tampak rombongan perempuannya dengan make-up sama dan pakaiannya sama pada berjubah pula dan pada menyambut kami semua sekaligus pada mempersilahkan kami memasuki dalam apartemen mewah itu.

Sejenak Bobby menatapku sambil menghampiriku ketika aku sedang duduk di sofa apartemen yang sangat lebar itu, yang diseting ada karaoke dan home theater-nya itu pula sangat lebar juga. “Ada apa lagi, Mas? Tadi terlihat agak baikan tapi sekarang terlihat lain?” Tanya Bobby sambil meminum minuman beralkohol yang telah disediakan oleh para petugas yang pada berjubah itu. “Aku dihina Hadi seakan-akan kau orang kere dan melorotin ekonominya dan juga aku diancamnya.! Semua pakaian dan barangku juga sekarang pada hangus, termasuk sertifikat, transkip nilai dan ijazah kuliahku itu. Aku mendapatkannya hasil kerja keras aku selama lima tahun, kuliah sambil bekerja. Sadis banget mereka itu. Untuk ijazah aja kalau aku butuh lagi untuk keperluanku, sekarang ga bisa dan memang udah ga ada. Harus nebus lagi dan tentunya butuh biaya sangat besar dan ga cukup hanya seribu perak.” Kataku.

“Wallah-walllah, Mas. Kurang ajar banget si Hadi dan keluarganya itu. Kamu ini ada-ada saja dech..! Harus dihajar juga mereka itu.” Kata Bobby. “Biarkanlah, Bob. Mungkin ini harus terjadi pada kehidupanku ini.” Kataku sambil meneteskan air mata pula. “Mendengarkan aku dan Bobby seperti itu tampak yang lainnya pada menggeleng-gelengkan kepala saja. “Mas Ricky. Sabar ya, Mas.” Kata semuanya sambil pada memeluk aku pula. “Bang. Sabar, Bang. We love you.” Kata Diaz. Dan kini tampak Budi hanya terlihat termenung sambil menatapku pula, kepalanya digeleng-gelengkan juga, tampak hanya bicara bahasa isyarat saja, lalu Budi menatap Fedro yang terlihat sedang termenung berfikir pula. “Ok. Ga apa-apa. Lanjutin saja acara ini. Besok kita kan pada akan berpisah juga. Tapi…..” Kataku ga kuat untuk bicaranya. Lalu aku menatap kesana kemari, namun tampak Giri dan Niko kini tidak ada ditempat sementara yang lainnya pada telah datang dan berkumpul pada sedang memperhatikanku pula, termasuk para petugas laki-laki mapun perempuan yang terlihat sangat ramah itu.

“Tapi kenapa. Mas?” Tanya Ronald dan yang lainnya itu hampir bersamaan juga. “Kalau ada yang ingin weekend ke Bandung, aku numpang ikut kesana.” Kataku menunduk. Mau kemana Bandungnya, Mas? Tanya Bobby. “Mohon diantar ke Kakaku di daerah Mengger, Bandung, di Jakarta sekarang aku dah ga ada tempat singgah. Nanti akan aku forward alamatnya ke Hand Phone.” Kataku. “Oh. Ok, Mas Ricky. Kebetulan nanti ada acara kesana sekalian besok kami juga ada acara di Bandung sih. Mas ikut bersama kami aja.” Kata Bobby mengerdipkan kelopak bola matanya itu. “Ok, nanti aku forward alamatnya. Terima kasih, Bob.” Kataku sambil mentrasfer alamat Kakaku itu ke Hand Phone Bobby itu pula. “Koko Ricky, saya sudah bilang sama Koko, jangan terlalu terlena dengan hal itu. Biarkan saja mereka itu nanti juga ada karmanya. Koko sabar dan berfikirlah ke depan. Bekerja keras demi pekerjaan itu lagi. Semoga mendapatkan penggantinya lagi yang lebih baik dan tidak menyakiti Koko.” Kata Vincent.

“Iya, Ko Vinc. Thank you untuk support-nya.” Kataku, padahal hatiku kesal dan ingin menghajar Hadi dan Roby itu namun aku tahan sekuatnya pula, aku berusaha tersenyum pada mereka itu. Dan percakapan kini sambil membicarakan kejadian malam kemaren itu pula; ternyata Giri menjadi babak belur dihajar oleh Niko gara-gara Giri memperkosa aku berulang kali ini, dan Niko sendiri yang cemburu buta harus berurusan dengan administrasi hotel itu karena terbukti melakukan kekerasan disana, bahkan informasi yang aku dapatkan dari teman yang lainnya ternyata Niko di skor di kantornya pula, sekarang masih dalam proses dan masih sedang dikantor pula sehingga tidak dapat bergabung dalam acara itu pula. Apakah betul atau tidak jika Niko di skor dalam kesatuannya itu, aku tidak tahu pasti, yang jelas pada saat ini Niko tidak dapat hadir pula walau dia telah mengetahuinya dan bahkan diundangnya pula. Lalu aku menatap Fedro yang terlihat sedang berfikir serius dan dalam sekali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar